"Hamdi, antum pernah ke Sepang International Circuit, nonton balapan F1 di sana?" tanya seorang ikhwah asal Indonesia memulakan obrolan.
"Belum pernah sih, Gus" jawab saya pendek.
"Kok negara ente bisa kayak gitu ya?" tanya Agus lagi, yang merupakan orang Jakarta yang berdarah Betawi.
Saya yang kebingungan tidak paham apa maksud soalan nya tadi bertanya, "Maksud antum..?"
"Yah, kok negara-mu bisa bagus kayak gitu? ada circuit F1, ada KLCC, ada KLIA. Ente malah bisa dapat biasiswa dari pemerintah." kata Agus yang bertanya dalam kekaguman.
Saya hanya diam dan tidak memberi kan respon. "No comment." Jawab hati ini. Pertanyaan seperti ini sudah sering dan boleh dikatakan boring untuk kita mendengarnya.
Di waktu ketika yang lain, kawan saya yang lain pernah berkata dengan nada yang sama,
"Hamdi, gua sih" kata Hendy teman Indonesian berdarah Chinese, "pingin banget jadi rakyat Malaysia. Aman dan maju. Malaysia bisa maju itu gara-gara Penjajah nya Inggris. Kita (maksud dia, Indonesia) ini jadi kayak gini gara-gara Belanda. Belanda itu goblok bangat. Gak bisa memerintah." celoteh Hendy sambil-sambil matanya terfokus pada tv dan jemarinya rancak menekan button control PS-nya. Dia sedang main video game.