Wednesday, May 9, 2012

Aku Hidup Di Bawah Naungan Al-Quran



Aku hidup di bawah naungan Al Quran. 
Dari tempat yang tinggi kulihat kejahiliahan yang bergelombang di muka bumi. Kulihat pula kepentingan-kepentingan penghuninya yang kecil tak berarti. Kulihat kekaguman orang-orang jahiliah terhadap apa yang mereka miliki bagaikan anak-anak; pikiran-pikiran, kepentingan-kepentingan, dan perhatiannya bagaikan anak kecil.

Aku hidup di bawah naungan Al-Quran,
sambil bersenang-senang sambil menikmati gambaran yang sempurna, lengkap, tinggi, dan bersih bagi alam wujud ini, tentang tujuan alam wujud ini dan tujuan wujud manusia. Kubandingkan dengan konsepsi jahiliah tempat manusia hidup, di timur dan di barat, di utara dan di selatan. 
Aku pun bertanya, ”Bagaimanakah manusia hidup di dalam kubangan busuk, di dataran paling rendah, di dalam kegelapan yang hitam pekat, semntara di sisinya ada tempat penggembalaanyang subur, tempat pendakian yang tinggi, dan cahaya yang cemerlang?”.


Aku hidup di bawah naungan Al-Quran, 
kurasakan simponi yang indah antara gerak kehidupan manusia yang dikehendaki Allah dan gerak alam semesta yang diciptakan-Nya. Kemudian, kuperhatikan lagi kehidupan jahiliah, maka terlihat olehku kejatuhan yang dialami manusia karena menyimpang dari sunah kauniyyah dan benturan antara ajaran-ajaran yang rusak serta jahat yang telah lama kemanusiaan bercokol di atasnya dan fitrah yang diciptakan Allah untuknya. 
Aku bertanya dalam hati, “Setan keparat manakah gerangan yang telah membimbing langkah mereka ke neraka Jahim ini?”

Aku hidup di bawah naungan Al-Quran,
kulihat alam wujud ini jauh lebih besar dari kenyataan lahiriah yang terlihat ini. Lebih besar hakikatnya, lebih banyak sisinya. Ia adalah alam gaib dan alam nyata, bukan cuma alam nyata. Ia adalah dunia dan akhirat, bukan Cuma dunia ini saja. Sedangkan kematian bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan sebuah tahapan perjalanan itu sendiri. Padahal, apa yang didapat manusia di muka bumi ini bukanlah bagiannya secara keseluruhan, melainkan hanya sejumpu kecil saja dari bagiannya itu. Balasan yang terluput darinya di sini, tidak akan terluput di sana. Maka tidak ada penganiayaan, tidak ada pengurangan, tidak ada penyia-nyiaan. Perjalanan yang ditempuh atas planet bumi ini hanya sebuah perjalanan di alam kehidupan yang biasa berlaku; sedangkan dunia yang jujur dan penyayang adalah yang paling punya ruh dan bertegur sapa, dan menuju kepada Pencipta Yang Maha Esa, yang kepada-Nya lah ruh orang mukmin dalam kekhusyu'an.

Aku hidup di bawah naungan Al-Quran, 
di bawah bayang-bayang Al-Quran dengan jiwa yang tentang, hati yang tentram, dan nurani yang mantap. Aku hidup melihat tangan Allah dalam setiap peristiwa dan setiap urusan. Aku hidup dalam lindungan dan pemeliharaan Allah.

-Asy-Syahid Sayyid Quthb, (1906-1966)-

No comments:

Post a Comment